ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH SELAMAT DATANG DI BLOG TKA-TPA AL-IKHLAS PERUM PURI NUSAPHALA JATIASIH BEKASI - BILA INGIN MENGETAHUI LEBIH LANJUT SILAHKAN HUBUNGI LANGSUNG DI TELP: 082113237296. - “AJARILAH ANAK-ANAKMU TIGA PERKARA : CINTA KEPADA NABI KALIAN,CINTA KEPADA KELUARGA NABINYA,DAN MEMBACA AL-QUR'AN”. - “PERINTAHKANLAH ANAK-ANAK KALIAN UNTUK MENGERJAKAN SHALAT KETIKA MEREKA BERUSIA TUJUH TAHUN,DAN PUKULLAH MEREKA BILA PADA USIA SEPULUH TAHUN TIDAK MENGERJAKAN SHALAT,SERTA PISAHKANLAH MEREKA DITEMPAT TIDURNYA”(HR.ABU DAWUD).
/

MENERIMA UPAH DARI DAKWAH DAN MENGAJAR AL-QURAN BOLEHKAH ?

Sudah bukan hal aneh saat ini jika seorang guru ngaji, atau ustadz mendapatkan rejeki dengan cara berdakwah atau sebagai guru ngaji dilingkungan sekitarnya. Dan banyak pula para dai yang menyandarkan hidupnya dengan cara berdakwah semata, namun tentu masih banyak para dai lainnya yang berbisnis dan berdagang, sebagai penopang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Bahkan tak heran jika ada sebagian dari umat islam saat ini yang bertanya-tanya:

"Wah pak ustadz dapet amplop!", atau
"Ngaji al Quran digaji hukumnya gimana ya?" atau mungkin 
"Ceramah kok dibayar?"

Lalu bagaimana Hukumnya menerima atau mengambil upah atau gaji dari pekerjaan tersebut?

Menerima atau mengambil upah karena mengajar Al-Qur`an atau dakwah, merupakan masalah yang diperselisihkan oleh para ulama.

Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat boleh menerima upah atau mengambil upah karena mengajarkan Al-Qur`an atau dakwah.

Sebagian Ulama yang lain berpendapat tidak boleh. Yang berpendapat seperti ini, yaitu: Imam Az Zuhri, Abu Hanifah dan Ishaq bin Rahawaih. Yang berpendapat boleh, mereka mengambil dalil hadits di atas yang diriwayatkan Imam Bukhari dari sahabat Ibnu Abbas, juga beberapa hadits yang lain, seperti Nabi menikahkan seorang sahabat dengan hafalan Qur’annya, dan ini haditsnya shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Sahl bin Sa’ad.

Pendapat yang rajih (kuat) dari dua pendapat ulama ini, yaitu tentang bolehnya mengambil upah dari mengajarkan Al-Qur`an dan berdakwah.

Tetapi yang perlu diingat, bahwa setiap orang yang menuntut ilmu, kemudian mengajarkan Al-Qur`an ataupun berdakwah, maka dia harus melakukannya semata-mata ikhlas karena Allah dan mengharapkan ganjaran dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Tidak boleh ia mengharapkan sesuatu dari manusia baik berbentuk harta maupun yang lainnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ,لاَيَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَالَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Barangsiapa menuntut ilmu, yang seharusnya ia tuntut semata-mata mencari wajah Allah ‘Azza wa Jalla, namun ternyata ia menuntutnya semata-mata mencari keuntungan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan aroma wanginya surga pada hari kiamat".

[Hadits shahih riwayat Abu Dawud, 3664; Ahmad, II/338; Ibnu Majah, 252; dan Hakim, I/85 dari sahabat Abu Hurairah. Hadits ini dishahihkan oleh Imam Hakim dan disetujui oleh Imam Adz Dzahabi].

Komentar saya; ngajarnya gratis, bensin, transport dan menyisihkan waktu sampai meninggalkan keluarga, itu yang seharusnya diberikan penghargaan yang pantas.

Titip motor tidak tambah pinter saja bayar Rp. 1000,- meskipun cuma sepuluh menit. Lantas kenapa anaknya dititip ke orang, plus tambah pinter mesti cari yang gratis?

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللهِ
"Sesungguhnya perkara yang paling berhak kalian ambil upahnya adalah kitabullah".

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dalam "Bab Upah Dalam Mengajarkan Al-Qur'an", Imam Al-Hakim dalam bab "Ijarah (Upah)", Imam Ibnu Hibban dalam "Bab Bolehnya Mengambil Upah Dalam Mengajar Al-Qur'an", Imam Baihaqi dalam "Bab Rizki Muadzin". Wallohu a'lam.

2.BAYARAN DARI MENGAJARKAN AL QUR’AN

Assalamu’alaikum wr. wb.

Semoga Ustadz senantiasa dirahmati Allah SWT. Amin. Ustadz maaf ana mau bertanya soal memungut/menerima upah/bayaran (berupa uang) dari mengajar Al Qur’an secara privat atau di sekolah/yayasan,
Apakah dibolehkan menurut Syar’i kita mengajar Al Qur’an terus minta bayaran, atau diawalnya kita sudah menentukan harga paket pengajaran al qur’an sekian ratus ribu atau mungkin jutaan sampai bisa/mahir membaca Al Qur’an.
Mohon jawabannya, karena ini penting sekali pak ustadz, Terima kasih.

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Saudara Endang yang dimuliakan Allah SWT
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,”Sesungguhnya upah yang paling benar kalian terima adalah Kitabullah.” (HR. Bukhori)
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa jumhur ulama telah berdalil dengan hadits ini didalam membolehkan mengambil bayaran dari mengajarkan Al Qur’an.

Imam ash Shon’ani mengatakan bahwa Jumhur ulama, Malik dan Syafi’i membolehkan mengambil upah dari mengajarkan Al Qur’an baik orang yang belajarnya adalah anak kecil atau orang dewasa seandainya hal itu dapat membantu si pengajar didalam penagajarannya berdasarkan hadits diatas. Hal ini diperkuat lagi dengan apa yang disebutkan didalam bab nikah dimana Rasulullah SAW pernah memerintahkan seseorang untuk mengajarkan istrinya Al Qur’an sebagai mahar baginya. (Subul as Salam juz III hal 155)
Sementara itu sebagian ulama yang lainnya, seperti Ahmad bin Hambal, Abu Hanifah dan al Hadawiyah tidak membolehkn pengambilan upah dari pengajaran Al Qur’an berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab berkata,”Aku telah mengajarkan seseorang Al Qur’an kemudian dia menghadiahiku sebuah busur (panah). Maka aku pun mengungkapkan hal ini kepada Nabi SAW dan beliau bersabda.”Apabila engkau mengambilnya berarti engkau telah mengambil sebuah busur dari neraka.” Lalu aku pun mengembalikannya.” (HR. Ibnu Majah, Abu daud)

Sementara itu para ulama belakangan pada umumnya membolehkan pengambilan upah dari mengajarkan Al Qur’an dikarenakan darurat yaitu kekhawatiran akan hilangnya Al Qur’an di tengah-tengah kaum muslimin terlebih lagi dengan terputusnya pemberian kaum muslimin kepada baitul mal sebagai lembaga penopang perekonomian umat yang mengakibatkan para guru Al Qur’an tidak lagi menyibukkan dirinya dengan mengajarkan Al Qur’an kepada umat karena tuntutan kebutuhan keluarga mereka.

Adapun apabila terjadi penentun sejumlah harga tertentu diawal (akad) sebagai bayaran atas pengajaran Al Qur’an yang dilakukannya maka terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama.
Al Hasan al Bashri, Asy Sya’bi dan Ibnu Sirin membolehkan pengambilan upah dari pengajaran Al Qur’an selama orang itu tidak mensyaratkannya. Mereka berdalil dengan hadits Ubadah bin ash Shomit yang telah mengajarkan Al Qur’an kepada seseorang dari Ahli Suffah kemudian orang itu menghadiahinya dengan sebuah busur (panah) maka Nabi SAW bersabda,”Jika engkau menyukai busur dari neraka maka terimalah.”

Sedangkan Imam Malik, Syafi’i dan yang lainnya membolehkan pengambilan upah dari pengajaran Al Qur’an meskipun orang itu menentukannya sebagai persyaratan.
Imam Nawawi mengemukakan dua jawaban yang diberikan oleh mereka yang membolehkan hal itu terhadap hadits Ubadah bin ash Shomit, yaitu :

1. Bahwa sanad hadits itu perlu dikomentari.
2. Hal itu adalah tabarru’ (sedekah) dari orang yang mengajarkannya Al Qur’an maka ia tidaklah memiliki hak sedikit pun kemudian orang itu memberikannya hadiah sebagai bayaran atasnya maka tidaklah diperbolehkan baginya untuk mengambilnya, berbeda dengan orang yang berakad sewa dengannya sebelum pengajaran. (at Tibyan Fii Adab Hamlatil Qur’an hal 57)

Jika memang seorang pengajar atau lembaga pengajaran Al Qur’an harus menentukan sejumlah harga tertentu sebagai bayarannya maka hendaklah memperhatikan dua hal berikut :

1. Tetap menjaga keikhlasan didalam dirinya dan tidak menjadikan bayaran tersebut sebagai tujuannya dikarenakan hal itu akan menjadikan pengajarannya menjadi sia-sia disisi Allah SWT.
Syeikh Muhammad Mukhtar as Syinqithi dalam menjawab pertanyaan tentang hukum mengambil upah dalam mengajarkan ilmu-ilmu syar’iyah mengatakan,”…Imam Ibnu Jarir ath Thobari, Al Hafizh Ibnu Hajar dan selainnya berpendapat bahwa orang yang dengan ilmunya bertujuan akherat kemudian mendapatkan bayaran dari ilmunya disebabkan ketidakmapanan dalam mendapatkan rezeki maka hal ini tidaklah merusak keikhlasannya selama tujuannya adalah mengajarkan ilmu dan memberikan manfaat kepada kaum muslimin. Maka tidaklah rusak keikhlasan seseorang dengan keberadaan bagian dari dunia, sebagaimana ditunjukkan oleh perkataan yang shahih dari Al Qur’an dan Sunnah.”
2. Jangan sampai tujuan pengajaran Al Qur’an yaitu memberantas buta huruf Al Qur’an ditengah-tengah umat menjadi tidak tercapai dikarenakan ketidaksanggupan umat membayar harga yang ditawarkannya.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar